Negosiasi perdagangan antara AS dan China tampak menghadapi kemunduran. Pemimpin AS dan China menyepakati masa gencatan senjata atas perang dagang selama 90 hari pada akhir tahun lalu. Delegasi perdagangan kedua negara kemudian bertatap muka pada akhir bulan lalu di Washington untuk kedua kalinya, menyusul pertemuan perdagangan tingkat wakil menteri di Beijing pada awal bulan Januari. Selama pembicaraan perdagangan dua hari di Washington, China setuju untuk membeli sejumlah besar produk pertanian, energi dan manufaktur, serta jasa dari AS untuk mengurangi ketidakseimbangan perdagangan. Keduanya berjanji untuk memperkuat kerja sama pada perlindungan kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa.

Akan tetapi, mereka masih jauh dari titik utama pertikaian. AS fokus pada isu struktur, sementara China hanya berjanji untuk mengimpor lebih banyak kedelai dari AS. Washingon meminta agar Beijing menghapus kebijakan industri yang dikenal sebagai ‘Made in China 2025’ yang bertujuan untuk mengubah China menjadi pembangkit tenaga teknologi manufaktur hingga tahun 2025. Beijing merasa sulit untuk menyerah kepada AS karena kebijakan industri dan teknologinya banyak berkaitan dengan daya saing nasional. Untuk mengatasi perbedaan itu, China menyarankan kedua negara mengadakan KTT pada akhir bulan ini. Tetapi KTT tersebut sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Apabila AS dan China gagal untuk membuat kompromi pada masa tenggat waktu perdagangan, tarif AS pada barang impor China senilai 200 miliar dolar akan naik dari 10 persen menjadi 25 persen. Jika hal itu terjadi, ekonomi China mungkin akan melambat dan membuat basis politik Xi melemah. Trump yang berniat mencalonkan diri kembali dalam pemilihan tahun 2020 juga khawatir tentang dampak negatif dari perang dagang yang berkepanjangan dengan China pada ekonominya. Ekonomi global juga akan sangat terdampak oleh sengketa dagang antara dua ekonomi terbesar dunia.

Korea Selatan perlu untuk merintis lebih banyak pasar ekspor dan mengubah struktur ekonomi yang terlalu mengandalkan perdagangan luar negeri untuk mengatasi perubahan siatuasinya.