AS dan China telah mengadakan putaran pertama negosiasi perdagangan tingkat tinggi sejak presiden AS Donald Trump dan mitranya dari China, Xi Jinping menyepakati penghentian perang perdagangan selama 90 hari. Pertemuan perdagangan tingkat wakil menteri di Beijing pekan lalu dianggap “setengah sukses”, saat keduanya mencapai setidaknya sebagian dari persetujuan.

Dalam pembicaraan perdagangan yang dimulai pada tgl.7 Januari, AS menuntut konsesi sepihak dari China, sementara China berupaya membuat konsesi sesedikit mungkin. Konflik perdagangan mereka kemungkinan akan berakhir atau berlanjut tergantung pada seberapa jauh keduanya mampu mempersempit perbedaan pandangan pada pembicaraan tingkat kerja. Oleh karena itu, keduanya sangat bertekad untuk mencapai kompromi selama pembicaraan tiga hari.

Agenda utama pada pembicaraan tersebut mencakup pencurian kekayaan intelektual, subsidi industri Beijing, dan impor produk pertanian dan energi China dari AS. Pertemuan awalnya dijadwalkan berlangsung selama dua hari, tetapi kedua negara memperpanjangnya menjadi tiga hari, meningkatkan ekspektasi atas hasil negosiasi. AS dan China tampak melakukan upaya besar untuk menemukan berberapa kesamaan, bahkan saat membahas berbagai masalah secara luas. Kedua negara benar-benar ingin mengatasi akibat dari konflik perdagangan mereka. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan melambat ke angka 6,2 persen pada tahun ini. Dampak dari sengketa perdagangan juga dirasakan di AS. Aktivitas manufaktur negara ini melambat ke level terendah dalam dua tahun pada bulan Desember. Dalam situasi ini, kedua negara berupaya untuk mengatasi perbedaan mereka dengan mengambil langkah mundur, setidaknya untuk saat ini. Inti dari perang dagang, secara jelas adalah pertempuran antara G-2 untuk supremasi. Salah satu isu yang paling diperdebatkan adalah kebijakan industri China. Dengan alasan itu, banyak pengamat mengatakan tidak akan mudah bagi kedua negara untuk menemukan terobosan yang dramatis.