Ekspor makanan dan minuman yang dilakukan dari Indonesia ke Korea Selatan masih ada yang belum berjalan mulus. Importir di Korea Selatan masih menemui sejumlah kendala seperti standarisasi hingga jumlah produk yang diminta.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kemendag Ari Satria menjelaskan untuk meningkatkan ekspor Indonesia, pemerintah berkomitmen untuk memfasilitasi eksportir dan memastikan kelancaran saat proses pengiriman barang ke negara tujuan.
“Kendala tersebut biasanya berasal dari Indonesia atau negara tujuan ekspor. Dengan fasilitas ini, kami harapkan ekspor ke negara-negara tujuan akan menjadi lancar dan cepat saat IK-CEPA mulai berlaku,” kata Ari akhir pekan ini di Busan, Korea Selatan.
Dia menjelaskan memang masih ada importir asal Korea Selatan yang menemui kendala dalam proses impor produk dari Indonesia ke Korsel terutama makanan dan minuman (mamin), baik dari produsen besar maupun produksi usaha kecil dan menengah (UKM).
Misalnya seperti kualitas produk makanan harus memenuhi standar keamanan pangan produk di Korsel, standar halal di Korsel, standar ISO hingga penggunaan bahan yang tak familiar di Korsel.
Karena itu, Kementerian Perdagangan akan gencar melakukan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD) dengan para pemangku kepentingan terkait untuk menyampaikan kendala yang ditemukan sekaligus langkah penyelesaian kendala tersebut.
“Kendala yang dihadapi akan berbeda di negara lain dan dengan komoditas lain. Sehingga diperlukan sinergi baik di dalam Kemendag maupun dengan Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan terkait,” ujar Ari.
Kendala lainnya adalah produsen Indonesia yang tidak siap memasok produk maminnya, sehingga pada saat ada permintaan dari importir, stok tidak tersedia. Menanggapi hal ini, Ari mengimbau agar produsen yang sudah menawarkan produknya ke importir bisa menyediakan pasokan secara kontinu agar ekspor tetap terjaga.
“Akan sangat disayangkan jika produk tersebut sudah mulai dikenal dan diminati masyarakat Korsel, namun ketika ada permintaan order selanjutnya, produsen itu tidak memiliki stok. Hal ini perlu menjadi perhatian para eksportir dan produsen Indonesia agar ekspornya bisa terjaga,” jelas Ari.