Seoul -Kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir telah menyebabkan Korea Selatan menjadi negara yang unggul di berbagai sektor industri, termasuk produk mode.

Negeri Ginseng tersebut saat ini tengah menjadi salah satu kiblat produk busana dunia yang ditunjang oleh banyaknya artis-artis Korea (K-Pop) yang go internasional. Fashion yang dikenakan oleh artis tersebut manjadi referensi dan ditiru masyarakat dunia.

Potensi yang besar tersebut sedang dimanfaatkan oleh pelaku usaha tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri, dengan berpartisiasi pada salah satu pameran produk TPT terbesar di Korea berlabel Preview in Seoul, 31 Agustus – 2 September 2016. Kali ini Indonesia menampikan produk terkait TPT seperti yarn, fabric, garment dan produk terkait lainnya.

Atase Perdagangan pada KBRI Seoul bekerja sama dengan Asosiasi Perstekstilan Indonesia dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia, menghadirkan sepuluh perusahaan TPT dari Indonesia. Kepada masing-masing, KBRI Seoul memfasilitasi penyediaan fasilitas booth seluas 90 m2.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea, John A. Prasetio sangat mendukung keikutsertaan perusahaan Indonesia pada pameran ini. John juga optimis akan kemampuan produk TPT Indonesia untuk bersaing dengan produk dari negara lain yang turut berpartisipasi pada pameran Preview in Seoul ini.

“Keikutsertaan perusahaan TPT Indonesia pada pameran ini, dan memperhatikan produk yang ditampilkan, diyakini dapat menarik minat buyer yang hadir pada pameran. Tidak hanya sekedar tertarik akan tetapi juga diharapkan akan terjadi deal dagang dengan para buyer, yang tidak hanya berasal dari Korea akan tetapi juga buyer dari manca negara,” ujar Aksamil Khair, Atdag pada KBRI Seoul.

Saat ini pasar TPT impor di Korea didominasi oleh produk yang berasal dari China, yang memegang pangsa pasar sebesar 44,0%, diikuti oleh Vietnam dengan pangsa sebesar 23,2%. Walau Indonesia berada diposisi ke-3 sebagai pemasok terbesar tapi selisih dengan Vietnam cukup besar, dimana pangsa Indonesia baru sebesar 6,2% atau senilai US$ 670 juta.

Di Korea, dengan tingkat upah tenaga kerja yang tinggi telah menyebabkan banyak pabrik TPT nya lari ke negara berkembang. Dengan kondisi ini pelaku usaha TPT Indonesia cukup optimis, ditambah dengan berbagai upaya dan strategi, TPT Indonesia memiliki peluang bersaing dengan produk dari negara lain di pasar Korea.

Masalahnnya, menurut Alexander Rudy dari PT Asia Citra Pratama, yang dihadapi TPT Indonesia di pasar Korea bukanlah soal kualitas, tetapi harga. Bersaing dengan produk China yang disubsidi hingga 17 persen merupakan ancaman dan hambatan terbesar TPT Indonesia dalam penetrasi pasar. Selain itu, diam-diam, perusahaan garment Korea juga telah membangun jaringan mulai dari produksi hingga pemasaran dalam negeri yang sulit ditembus.

“Pemerintah Indonesia harus memberikan bantuan fasilitas yang memadai agar produsen TPT dalam negeri tidak gulung tikar. Saat ini baru ada wacana pemberian subsidi listrik. Pembatasan produk impor menjadi salah satu opsi,” ujar Glen Go dari PT Sipatatex yang bermarkas di Bandung yang ikut dalam pameran.

Sebenarnya, dengan penduduk sebesar 50 juta jiwa, permintaan produk fashion di Korea cukup tinggi dan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari besarnya impor Korea akan produk terkait TPT pertahunnya yang rata-rata sebesar US$ 10 miliar per yang berasal dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia.

(ang/ang)