Jakarta: Pemerintah telah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang diberi nama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) yang bertugas menghimpun dana pungutan untuk ekspor produk sawit atau CPO Supporting Fund. Pungutan diberlakukan untuk setiap ekspor CPO sebesar USD50 per ton, termasuk varian dari produk turunan CPO, mulai dari USD10 hingga USD40 per ton.
“Tergantung pada harga dan juga pada jumlah yang diekspor. Perhitungan sementara kalau menggunakan ekspor 2014, maka dana yang terkumpul antara Rp7 triliun-Rp8 triliun per tahun,” kata Direktur Utama BLU Bayu Krishnamurti, ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/6/2015).
Bayu mengungkapkan, ada beberapa tujuan dari pemerintah menerapkan kebijakan pungutan ekspor CPO ini. Pertama, adalah dana pungutan tersebut akan digunakan untuk penggunaan biodiesel lebih banyak sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
“Pemerintah telah mewajibkan diesel di Indonesia dijual dalam bentuk B15. Artinya, 15 persen menggunakan bahan bakar sawit ini dan itu juga sekaligus mendukung kelestarian lingkungan karena biofuel memiliki emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar minyak atau fosil,” papar dia.
Selanjutnya, dana tersebut juga digunakan untuk membantu replanting atau penanaman kembali kebun rakyat. Sebab, lebih dari tiga juta hektare kebun sawit tidak bisa ditanam ulang karena petani sawit tak memiliki modal yang cukup.
Sedangkan terakhir, adalah untuk memperkuat riset, pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini dilakukan agar produktivitas kebun sawit bisa meningkat. “Juga untuk untuk promosi dan membantu untuk menghadapi tekanan yang dihadapi oleh sawit Indonesia di banyak negara. Itu tugas yang harus dijalankan oleh BPDP Sawit ini,” pungkas Bayu.