JAKARTA, – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan seluruh perusahaan anggotanya membayar dana pendukung sawit (CPO supporting fund/CSF) sebesar 50 dollar AS untuk setiap ton CPO yang diekspor.
Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menilai, kebijakan tersebut bisa memperbaiki harga CPO dunia yang rendah dan bisa menggairahkan bisnis CPO yang sedang lesu saat ini akibat rendahnya harga dunia saat ini.
“Jika dilihat jangka panjang aturan itu secara tidak langsung dapat mendongkrak harga CPO yang sejak semester II/2014 mengalami penurunan,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/5/2015).
Ia mengemukakan, kebijakan CPO Fund ini, bisa meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri. Karena, sebut dia, mulai 1 April 2015, pemerintah mewajibkan seluruh badan usaha tersebut mencampurkan 15 persen biodiesel untuk BBM jenis solar dan sejenis.
Selain itu, lanjutnya, secara teoritis kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri dengan menyinergikan kebijakan B15. Dengan peningkatan permintaan di dalam negeri, tambah dia, otomatis akan terjadi penurunan pasokan di pasar global sehingga harga CPO meningkat.
“Kalau serapan dalam negeri meningkat, diharapkan harga CPO sebagai bahan baku biodiesel juga meningkat. Jadi tidak masalah jika pengusaha CPO menyubsidi dengan membayar CPO fund tersebut, karena untuk jangka panjang bisa meningkatkan permintaan dan harga itu sendiri,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Petani Sawit Asmar Arsyad. Menurut Asmar kebijakan tersebut akan mengakomodir peremajaan pohon sawit.
“Meski akibat penerapan CSF ini akan mengakibatkan harga sawit ditingkat petani turun Rp 200 per kilogram namun karena adanya hal yang positif dalam penerapan CSF ini seperti peremajaan kelapa sawit maka kita sangat mendukungnya,” ucap Asmar.
Perpres No 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CSF resmi diberlakukan pada 25 Mei 2015.
Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel menilai, kebijakan tersebut tidak akan menurunkan daya saing industri. Sebab, kebijakan tersebut sebelumnya telah disosialisasikan kepada para pengusaha.
”Tidak memberatkan karena sebelum aturan keluar sudah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada pengusaha,” kata Gobel di sela acara Munas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di Kantor PLN Pusat, Jakarta, kemarin.
Dia pun mengakui, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar 50 dollar AS per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar 30 dollar AS per ton.
Selain itu, terdapat iuran tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemilik kebun kelapa sawit.